Sabtu, 10 Mei 2014

People Smuggling

Era globalisasi kemudian memunculkan potensi untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Akses yang gampang dan peraturan yang mudah dipermainkan menimbulkan suatu praktek kejahatan lintas negara.  Kejahatan lintas negara ini sejatinya sudah ada sejak dahulu, tetapi sesuai perkembangan jaman, pelbagai inovasi telah dilakukan oleh para pelanggar sehingga kejahatan lintas negara pun muncul dalam kemasan yang teroganisir dengan melibatkan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kejahatan lintas negara, atau yang dikenal dengan istilah kejahatan transnasional menimbulkan banyak kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut.  Pelbagai penyimpangan yang dapat dilakukan, seperti pengeksploitasian sumber daya (sumber daya alam dan sumber daya manusia) yang terlalu berlebihan bedampak kepada manusia yang ada dunia, dengan munculnya atau menguatnya masalah-masalah, seperti kemiskinan, konflik, dan kerugian lainnya yang bersifat materi.
Contoh dari permasalahan keimigrasian di Indonesia  yaitu penyelundupan orang atau people smuggling.  Banyaknya pemberitaan di media yang mengabarkan tentang imigran gelap yang singgah di Indonesia, atau orang asing dari negara lain yang meminta suaka ke Indonesia, menegaskan bahwa people smuggling merupakan salah satu masalah yang cukup serius. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah people smuggling yang belum tertangani dengan baik memberikan banyak kerugian yang signifikan bagi bangsa ini. People smuggling adalah sebuah kejahatan. Dikatakan demikian karena people smuggling secara jelas melanggar ketentuan-ketentuan resmi dari negara-negara yang bersangkutan. Telah diakui bahwa people smuggling merupakan suatu tindakan melanggar hak asasi manusia dan bentuk perbudakan kontemporer. Para imigran diperlakukan dengan tidak baik. Sangat sering kondisi perjalanan yang tidak manusiawi; ditumpuk dalam angkutan (umumnya perahu) yang penuh dan sesak, dan bahkan sering terjadi kecelakaan yang fatal. Setibanya di tempat tujuan, status ilegal mereka menyebabkan mereka terpaksa menjadi budak para penyelundup yang memaksa bekerja selama bertahun-tahun di pasar tenaga kerja ilegal. Para imigran secara tidak langsung dieksploitasi oleh pihak tertentu demi keuntungan materil (Ibid).
People smuggling menjadi lahan bisnis tersendiri yang sangat menguntungkan. Diperkirakan setiap tahunnya dapat menghasilkan keuntungan sebesar lima hingga sepuluh juta  dolar. Berdasarkan perkiraan tersebut, setidaknya satu juta imigran harus membayar rata-rata sebesar lima hingga sepuluh ribu dolar secara paksa ketika melintasi perbatasan antar negara. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat bahwa penyelundupan manusia, yang merupakan “sisi gelap” dari globalisasi, adalah sebuah bisnis besar yang kian tumbuh dan berkembang (Philip Martin & Mark Miller, 2000: 969). Selain itu, people smuggling juga menimbulkan masalah tersendiri bagi negara tempat mereka meminta suaka. Hal ini juga melanda negara Indonesia.

Contohnya sepertikasus Pada bulan Oktober dan November 2009, aparat keamanan Republik Indonesia menangkap serombongan imigran dari dua negara, Sri Lanka dan Afganistan, karena memasuki wilayah Indonesia di daerah Banten. Kejadian pada tanggal 11 Oktober 2009 lalu, sebanyak 255 imigran asal Sri Lanka, yang menaiki kapal kayu pengangkut barang, ditangkap di perariran Selat Sunda. Kemudian pada tanggal 15 November 2009, giliran 40 imigran asal Afganistan yang ditangkap di daerah Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. 
People smuggling dapat terjadi karena banyak faktor, terutama faktor pendorong yang menyebabkan banyaknya penduduk dari suatu negara melakukan perpindahan dari negara asal ke negara-negara tujuan. Salah satu faktor yang paling utama adalah konsekuensi ekonomi. Sebuah negara yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran yang lebih memilih pindah dari negara asalnya untuk mencari tempat dengan harapan dapat mendapatkan pekerjaan. 

Berikut akan dijelaskan dasar hukum yang membahas tentang pengungsi, keimigrasian, dan orang yang diselundupkan (people smuggling) berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, baik nasional dan internasional. Dalam Konvensi Tahun 1951 tentang Status Pengungsi, pengungsi adalah seseorang yang karena ketakutan yang beralasan, seperti dianiaya karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dari kelompok sosial tertentu, atau karena pandangan politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau, karena kecemasan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan dari negara asalnya tersebut (menurut definisi formal yang tercantum dalam Pasal 1A dalam Konvensi yang dimaksud). Ketentuan ini didukung oleh Undang-Undang nasional, yaitu Pasal 28 G (2) UUD 1945 yang menjamin adanya hak untuk mencari suaka, dan Pasal 28 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, dijelaskan bahwa keimigrasian adalah “hal ihwal lalu lintas irang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.” Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki surat perjalanan, atau tanda tertentu yang dapat mengizinkan orang tersebut untuk masuk atau keluar dari wilayah Indonesia, yaitu berupa Izin Masuk atau Tanda Bertolak (Pasal 4). Sedangkan dalam Pasal 8, pejabat imigrasi berhak menolak atau tidak member izin kepada warga negara asing untuk masuk ke wilayah Indonesia jika tidak memiliki surat perjalanan yang sah dan visa.
Dalam Pasal 49 hingga 54, dinyatakan ketentuan pidana bagi yang melanggar peraturan keimigrasian. Ketentuan yang berlaku adalah hukuman kurungan selama satu tahun penjara hingga enam tahun penjara, atau denda sebesar Rp 5.000.000,- hingga Rp 30.000.000,-, berdasarkan pelanggaran yang dilakukan, seperti keluar masuk wilayah Indoesia tanpa melalui pemeriksaan; dengan sengaja menggunakan atau memalsukan surat perjalanan, visa dan izin keimigrasian yang tidak resmi; menyalahgunakan atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin keimigrasian; melanggar kewajiban yang telah ditentukan dalam Pasal 39; berada di wilayah Indonesia secara tidak sah (pernah dideportasi ke negara asal dan berada kembali di wilayah Indonesia) atau yang tetap berada di Indonesia setelah masa berlaku keimigrasian habis; serta pelanggaran oleh orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi, memberi pemondokan, memberi penghidupan atau pekerjaan kepada orang asing yang telah diduga melanggar Pasal 49 hingga 53.
Berdasarkan ketentuan dalam UU No. 9 Tahun 1999 tersebut, dapat dimengerti bahwapeople smuggling (penyelundupan manusia) dan illegal migration adalah suatu tindakan kejahatan yang melanggar Undang-Undang. Ha ini dipertegas dengan adanya Undang-Undang No. 15 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi.
Selain itu, perlu ditinjau pula tentang kebijakan yang dicanangkan oleh Pemerintah RI dalam menangani para pengungsi. Berdasarkan SE Dirjenim No. F-IL.01.10-1297, tertanggal 30 September 2002, Perihal Penanganan Terhadap Orang Asing Yang Menyatakan Diri Sebagai Pencari Suaka atau Pengungsi, terdapat beberapa unsur penting dalam surat edaran tersebut:
Pengungsi atau pencari suaka yang memasuki wilayah Indonesia tidak serta merta dideportasi
Imigrasi bekerjasama dengan UNHCR di Indonesia, bersama-sama menangani para pengungsi atau pencari suaka
Pengungsi yang memiliki sertifikat atau surat keterangan pengungsi maka statusna akan leih jelas dan pengurusan izin tinggal akan lebih mudah
Status pengungsi tidak kebal hukum.

Pada dasarnya terdapat tiga kebijakan yang digunakan dalam menangani people smuggling, yaitu border controls, deportation and legalization policies, dan work-site inspections, raids, and sanctions against employers or illegal immigrants (Guido Friebel and Sergei Guriev, 2006: 1086). Yang pertama adalah kontrol perbatasan, dengan tujuan untuk membatasi ruang gerak dari para agen penyelundup dan para imigran gelap. Yang kedua adalah deportasi dan pengabsahan kebijakan. Yang ketiga adalah pemeriksaan dan tinjauan terhadap situs pekerjaan, melakukan penggrebekan, dan sanksi yang tegas terhadap para pelaku agen penyelundupan manusia. Selain itu, yang paling penting dan paling inti, Indonesia harus memiliki Undang-Undang khusus yang secara jelas dan tegas membahas tentang people smuggling. Adalah suatu hal yang tidak relevan jika pada ketentuan Undang-Undang No 15 Tahun 2009 telah dinyatakan bahwa kesiapan Indonesia, bekerjasama dengan Australia dalam memerangi praktek people smuggling, tetapi Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang mengatur masalah tersebut. Pengalihan masalah tersebut kepada ketentuan Undang-Undang Imigrasi tidak akan dapat menyelesaikan masalah secara maksimal, karena ketentuan pidana dalam Undang-Undang tersebut umumnya hanya berlaku bagi WNI. Sementara bagi WNA, ada tangung jawab moral untuk menyunjung Hak Asasi Manusia.
Dengan adanya Undang-Undang khusus yang menangani masalah ini, diharapkan Indonesia dapat mampu melakukan penindakan pidana secara tegas terhadap para pelaku people smuggling.
Rekomendasi terkahir adalah Pemerintah melakukan kerjasama dengan melibatkan semua elemen masyarakat, yang dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi tentangpeoples smuggling dan Pembinaan Jaringan yang ada di setiap lapisan masyarakat yang dapat memberikan informasi secara cepat tentang kedatangan maupun keberadaan imigran gelap di wilayah Indonesia, khususnya di daerah-daerah perbatasan.



Batas Kedaulatan NKRI

BATAS WILAYAH KEDAULATAN NKRIRepublik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.Dari 17.506 pulau tersebut terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius.Dalam Amandemen UUD 1945 Bab IX A tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Di sini jelas disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen. Indonesia Adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Berikut perbatasan wilayah Indonesiaa dengan negara-negara lain :RI – MalaysiaKesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang  Nomor 2  Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971.  Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses perundingan.  Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki  perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
RI – ThailandIndonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
RI – IndiaIndonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
RI – SingapuraPerjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
RI – VietnamPerbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.
RI – PhilipinaPerundingan RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian setiap  3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Groupuntuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil.Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
RI – PalauPerbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE”  yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New GuineaPerbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat. Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

RI – AustraliaPerjanjian Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste. RI – Timor LestePerundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka  diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara. Untuk menegakkan  kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap. Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17  tahun1985.  Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas. Adapun batas-batas maritim Republik Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial Sea), batas perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga menjadikan daerah perbatasan rawan konflik.Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari. Berikut rincian perbatasan terluar kepulaan di Indonesia :
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya : 
1. Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
2. Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
3. Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
4. Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam 
5. Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina 
6. Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia 
7. Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
8. Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
9. Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
10. Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia

Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya: 
1. Pulau Rondo Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan India. 
2. Pulau Berhala Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional. 
3. Pulau Nipa Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit. Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan. Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi. 
4. Pulau Sekatung Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam. 
5. Pulau Marore Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055. 
6. Pulau Miangas Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056. 
7. Pulau Fani Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066. 
8. Pulau Fanildo Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072. 
9. Pulau Bras Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A. 
10. Pulau Batek Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar 
11. Pulau Marampit Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057. 
12. Pulau Dana Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121  

Sumber :
http://www.geomatika.its.ac.id/lang/id/archives/774
http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2012/06/09/batas-wilayah-darat-dan-laut-indonesia-dengan-negara-lain/

Senin, 05 Mei 2014

Sejarah Pemilu di Indonesia

Sejarah pemilu di Indonesia di mulai pada tahun 1955. Pada saat itu, pemilu di Indonesia diadakan pertama kali yaitu pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, dengan Perdana Menteri Burhanudin Harahap. Setelah 10 tahun merdeka, Indonesia baru mengadakan pemilu di Tahun 1955 karena masih banyaknya kendala yang melingkupi Indonesia.Situasi politik pada masa itu belum stabil dan masih banyaknya ancaman dari luar juga memicu terlambatnya penyelenggaraan pemilu di indonesia untuk pertama kali. Pemilu pada tahun 1955, bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante.Pemilu ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan memilih anggota DPR. Kemudian, tahap kedua dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 dengan tujuan memilih Dewan Konstiuante.Pemilu ini diikuti oleh 29 partai politik. Namun, hanya 5 partai besar yang memenangkan pemilu yaitu Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia

Pemilu kedua baru dilaksanakan pada tahun 1971. Tepatnya pada tanggal 3 Juli. Pemilu ini diikuti oleh 9 partai politik dan dimenangkan oleh Partai Golongan Karya, Nahdatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pemilu ketiga sampai pemilu ketujuh hanya diikuti oleh 3 partai. Hal ini dikarenakan adanya peraturan baru tentang partai politik pada tahun 1975, yaitu adanya Fusi untuk semua partai. Fusi adalah sistem penggabungan partai.Pada saat itu partai melebur menjadi 3 partai politik yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golongan Karya. Pemilu di era ini sering disebut sebagai "Pemilu Orde Baru."Pemilu di era ini secara urut dilaksanakan pada 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu di Indonesia pada zaman ini sangat aneh, karena setiap pemilu sudah dipastikan Golongan Karya yang menjadi pemenang. Hal ini disebabkan pada zaman Suharto, semua pegawai negeri diwajibkan memilih Golongan Karya tiap kali ada pemilu.

Sejarah pemilu di Indonesia memasuki babak yang baru. Pemilu ke delapan di Indonesia dilaksanakan pada 1999, tepatnya pada 7 Juni. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah jatuhnya presiden Soeharto. Pemilu di Indonesia pada 1999 kembali menganut sistem multi partai. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik.
Kemudian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional memenangkan perolehan suara. Meskipun Partai Demokrasi Indonesia perjuangan mendapat suara terbanyak, namun yang diangkat menjadi Presiden RI bukanlah pemimpin partai tersebut, yaitu Megawati Sukarno Putri. Melainkan Abdurrahman Wakid.
Hal ini dimungkinkan karena tujuan pemilu kala itu hanya untuk memilih anggota MPR, DPR dan DPRD, sedangkan pemilihan Presiden dan Wakilnya tetap dilakukan oleh MPR. Maka MPR pun memilih Abdurrahman Wakid sebagai presiden RI ke-4. Menggantikan Presiden B.J. Habibie.5.

Pemilu ke sembilan di Indonesia dilaksanakan pada tahun 2004. Pemilu ini adalah pemilu pertama dimana rakyat bisa memilih secara langsung presiden dan wakil presidennya. Tujuan dari pemilu ini juga untuk memilih anggota DPR, DPRD (provinsi), DPRD (kota/kabupaten) dan satu lembaga baru yaitu DPD yang nantinya bertugas sebagai wakil untuk kepentingan di daerah.
Pemilu di Indonesia tahun 2004 diikuti oleh 24 parpol dan dilakukan dua kali putaran. Karena tidak adanya pasangan capres dan cawapres yang mendapat suara diatas 50%, akhirnya putaran kedua dilakukan. Terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden.


Pemilu kesepuluh dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Sejarah pemilu di Indonesia mencatat, ada 34 partai politik dan 6 partai lokal yang ada di Aceh mengikuti pemilu kali ini. Pada pemilu ini, kembali terpilih Capres Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dan Cawapres Boediono sebagai Wakil Presiden.

Dan pada tahun 2014 ini indonesiapun akan menjalankan pemilunya yang kesebelas pada tanggal 9 juli 2014, maka diharapkan pemilu yang kesebelas ini akan berjalan lebih lancar dan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih bertanggung jawab.

Sistem dan Prosedur Pemilu di Indonesia

Pelaksaan pemilu di Indonesia bukan lah hal yang baru lagi  diindonesia, tentunya dibalik kesuksesan dari pemilu bisa didukung atau ditunjang dari beberapa aspek seperti sistem pemilunya dan prosedurnya berikut penjabaran dari sitem pemilu di Indonesia: 

1. sistem distrik ( satu daerah pemilihan memilih satu wakil ) 
didalanm sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni : 
firs past the post : sistem yang menggunakan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak. 
the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan pemenang pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh suara mayoritas.

the alternative vote : sama seperti firs past the post bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.2. sistem proporsional ( satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil ) 
list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kuota.
perbedaan pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.

the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kuota.
perbedaan pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.

Dalam sistem ini satu wilayah besar memilih beberapa wakil. prinsip utama di dalam sistem ini adalah adanya terjemahan capaian suara di dalam pemilu oleh peserta pemilu ke dalam alokasi kursi di lembaga perwakilan secara proporsional, sistem ini menggunakan sistem multimember districts. 
Dalam sistem ini terbagi 2 yaitu :

Selain dari sistem pemilunya berikut hal yang menunjang kesuksesan dari pemilu adalah prosedur pemilu di Indonesia :

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia berdasarkan pada azas "luber" yakni singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Yang dimaksud pelaksaan pemilu secara langsung adalah pemilih diharuskan memberi suara secara langsung atau dengan kata lain tidak berlaku dengan memberikan suara diwakilkan. Pelaksanaan pemilu secara umum dalam arti pelaksanaan pesta demokrasi ini diikuti oleh seluruh pemilik suara dan atau pemilih yang telah memenuhi syarat untuk memberikan suara tanpa kecuali. Bebas yang menjadi azas pemilu dimaksud agar dalam hal memberikan suara, peserta pemilu bebas menentukan pilihannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Sementara rahasia dimaksudkan pada saat pemberi hak suara memberikan suaranya dilakukan secara rahasia tanpa diketahui oleh siapa pun.

Sistem Pemilu di Indonesia



Pemilihan Umum merupakan salah satu budaya politik dan sarana demokrasi khusunya di Indonesia. Melalui pemilu, setidaknya dapat dicapai tiga hal. Pertama, lewat pemilu kita dapat menguji hak-hak politik rakyat secara masif dan serempak. Kedua, melalui pemilu kita dapat berharap terjadinya proses rekrutmen politik secara adil, terbuka, dan kompetitif. Ketiga, dari pemilihan umum kita menginginkan adanya pola pergiliran kekuasaan yang damai. Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa.
Pemilihan Umum, yang disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan Rakyat yang diselenggarakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret pertisipasi rakyat dalam penyelenggaraan Negara. oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melaui penataan,sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan  pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat,dan untuk rakyat.